Friday 6 February 2015

Sejarah Desa Demangsari

Berdasarkan sumber yang kami dapatkan, bahwa nama Desa Demangsari adalah merupakan penyatuan nama dua desa yaitu Kademangan dan Wanasari. Konon sebelum kemerdekaan ( di masa penjajahan ) terdapat 2 ( dua ) wilayah yaitu kademangan yang dipimpin oleh seorang lurah begitu pula dengan wanasari yang dipimpin oleh seorang lurah dan pada dekade sebelum kemerdekaan dua nama desa yaitu Kademangan dan Wanasari menjadi Demangsari yang seterusnya diperintah oleh seorang Lurah / Kepala Desa sampai sekarang.
Letak wilayah Kademangan pada saat sebelum disatukan berada di selatan sungai Sagon II atau Sungai Kagol, tepatnya berada di wilayah Dusun Kademangan, RW. 08 Desa Demangsari, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen.
Sedangkan Wanasari sendiri wilayahnya berada di Dusun Wanasari, RW. 02, Desa Demangsari, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, yang bahkan hingga saat ini masih ada peninggalan bangunan berupa Togor atau tugu yang terbuat dari pasangan batu bata merah.

Adapun Sejarah Kepemimpinan Desa Demangsari sebelum dan sesudah Kemerdekaan adalah sebagai beikut :
1.  Kademangan
  • Pada tahun 1916 sd. 1922 atau selama enam tahun Kademangan dipimpin oleh seorang Demang atau Lurah yang bernama Imam Buhari.
  • Pada tahun 1923 sd. 1926 atau selama tiga tahun, Kademangan dipimpin oleh seorang Demang atau Lurah bernama Imam Puro
  • Pada tahun 1927 sd. 1933 atau selama enam tahun, Kademangan dipimpin oleh seorang Demang atau Lurah bernama Praya Sentika.
  • Pada tahun 1934 sd. 1936 atau selama dua tahun, Kademangan dipimpin oleh oleh seorang Demang atau Lurah bernama Kartadinama al Cakradinama.
2.  Wanasari
Pada tahun 1922 sd. 1936 atau selama empat belas tahun Wanasari dipimpin oleh seorang Demang atau Lurah yang bernama Wana Menggala.
3.  Demangsari
Penggabungan dua Desa yaitu antara Kademangan dengan Wanasari dilaksanakan pada saat setelah Indonesia Merdeka yaitu tahun 1945.
Sejak itulah Desa Demangsari mulai dipimpin oleh seorang Lurah atau Kepala Desa yang sistim pengangkatanya melalui Pemungutan suara atau Pemilihan, walaupun pelaksanaan pemungutan suara tersebut juga masih menggunakan alat atau mediasi atau alat peraga yang awalnya masih amat sederhana.

Kepala Desa di Desa Demangsari sejak Tahun 1945 adalah :
  1. Hadi Sucipto alias Kanan ( Memerintah Desa Demangsari pada tahun 1945 - 1961 )
  2. Hardjo Martoyo ( Memerintah Desa Demangsari pada tahun 1962 - 1967 )
  3. Pambudi ( Memerintah Desa Demangsari pada tahun 1968 - 1971 )
  4. Sastro Pawiro alias Saiman ( Memerintah Desa Demangsari pada tahun 1972 - 1988 )
  5. Mudjiono ( Memerintah Desa Demangsari pada tahun 1989 - 1998 )
  6. Saridi, A.Md ( Memerintah Desa Demangsari pada tahun 1999 – 2007 )
  7. Tusinah SP alias Genuk ( Memerintah Desa Demangsari pada tahun 2007 - 2013 )
  • Sejak 1945 atau setelah Kemerdekaan Republik Indonesia hingga tahun 1961 atau selama enam belas tahun lamanya Desa Demangsari dipimpin oleh seorang Kepala Desa ( Kades ) bernama Hadi Sucipto al Kanan.
Di era ini teknis pelaksanaan pemilihan Kepala Desa atau Lurah melalui sistim pemilihan, akan tetapi karena kurangnya fasilitas atau alat yang dibutuhkan maka pemilihan ini dilakukan melaui voting dengan istilah yang digunakan saat itu adalah “ Dodokan “. ( dalam bahasa Indonesia artinya : duduk ) Masyarakat yang menyampaikan hak pilih akan duduk di sebelah Calon Kepala Desa yang dia pilih dengan bergerombol. Dengan kondisi pada saat itu yang masih serba kekurangan  dalam menjalankan Pemerintahanya berkantor di rumah Lurah / Kades Dalam menyampaikan tugasnya kepada perangkatnya, Kades hanya membunyikan Kentongan dengan tand-tanda tertentu, kemudian para perangkat baru datang ke kantor / rumah Kades / Lurah tersebut.
  • Pada tahun 1962 sd. 1967 atau selama lima tahun, Desa Demangsari dipimpin oleh seorang Kepala Desa atau Lurah yang bernama Martoyo.
Proses Pemilihan ini menggunakan sistim voting namun fasilitas yang digunakan belum menggunakan Lambang atau gambar, akan tetapi menggunakan Biting ( lidi yang dipotong-potong dengan ukuran panjang sekitar 5 sd 7 cm )
  • Pada tahun 1968 sd. 1971 atau sekitar tiga tahun lamanya, Desa Demangsari dipimpin oleh seorang Kepala Desa atau Lurah yang bernama Pambudi.
Kades atau Lurah Pambudi adalah seorang Tentara yang diberi tugas untuk menjabat memerintah / memimpin desa demangsari ( Kartiker ) setelah Kades / Lurah Martoyo
  • Pada tahun 1972 sd. 1988 atau selama enam belas tahun, Desa Demangsari dipimpin oleh seorang Kepala Desa atau Lurah yang bernama Sastro Pawiro al Saiman.
Untuk kali pertamanya di Desa Demangsari dilaksanakan Pemilihan Kepala Desa / Lurah yaitu dalam kepemimpinan Kades Sastro Pawiro al Samin.
Lambang atau gambar yang digunakan pada saat itu menggunakan gambar buah-buahan, dan kebetulan Bp. Sastro Pawiro ala Saiman pada saat itu menggunakan lambang / gambar buah Petai, sedang tempat pelaksanaan pemilihannya di Pasar Demangsari.
Ada  7 ( tujuh ) orang yang mencalonkan sebagai Kepala Desa Demangsari pada tahun 1972, diantaranya adalah :
  1. Sastro Pawiro al. Saiman
  2. Amad Khaerudin al. Amad Siro
  3. Mauludin
  4. Seno
  5. Suripto
  6. H. Umar Maksudi
  7. H. Mukhtar
  • Pada tahun 1989 sd. 1998 atau selama delapan tahun Desa Demangsari dipimpin oleh seorang Kepala Desa bernama Mudjiono.
Beliau ini adalah putra kandung Bp. Hadi Sucipto alias Kanan yang memerintah Desa Demangsari pada tahun 1945 – 1961.
Saat itu yang mencalonkan Kepala Desa ada 4 orang diantaranya adalah
  1. Mudjiono = 1013
  2. Yuli Mudiono = 344
  3. Basuki raharjo = 466
  4. Sudiro = 372
Sejak Kepala Desa Mudjiono ini lah Desa Demangsari membangun sebuah Pendopo /  Aula  balai Desa hingga sekarang.
  • Pada tahun 1999 sd. 2007 atau selama delapan tahun Desa Demangsari dipimpin oleh seorang Kepala Desa bernama Saridi, A.Md
Sebelum menjadi Kepala Desa, Bp. Saridi ini adalah seorang Guru Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri III Desa Demangsari dan sudah menjadi Pegawai Negri Sipil bahkan berprofesi lain sebagai Dalang Wayang Kulit sehingga sangat menjunjung tinggi terhadap keberadaan Adat Jawa ( kesenian jawa ) di Desa Demangsari khususnya.
Bp. Saridi terpilih menjadi Kepala Desa Demangsari pada tahun 1999, pada saat itu calon Kepala Desa nya antara lain adalah :
  1. Saridi A.Md
  2. Sri Atmaji
  3. Sumarno
  4. Mudjiono
  5. Sudiman
  6. Imam Mujahid
  • Pada Tahun 2007 sampai dengan 2013 Desa Demangsari dipimpin oleh seorang Kepala Desa perempuan yaitu Ibu Tusinah SP, yang merupakan anak kandung dari Kepala Desa Bp. Sastro Pawiro alias Saiman yang memimpin Desa Demangsari pada tahun 1972 sd. 1988.
Ibu Tusinah terpilih menjadi Kepala Desa pada hari Sabtu bulan, 27 Juli 2007 dengan para calon saat itu adalah :
  1. Tusinah SP
  2. Sarikin al Kaswadi
  3. Kartam al Hadi Sucipto
  • Pada Hari Sabtu Legi 29 Juni 2013 Desa Demangsari kembali mengadakan pesta demokrasi. Terpilihlah Kades termuda pada saat ini dari latar belakang orang biasa saja anak seorang petani WARISMAN AL JEDED No urut 1 Dengan rival Drs SUPRIYADI AL BAWOR No urut 2 dengan selisih 329 dan dimenangkan oleh WARISMAN AL JEDED. Dari Kepala Desa inilah Pembangunan Desa disegala Bidang diprioritaskan, Warisman adalah seorang sosok yang bermasyarakat, tegas dan penuh dengan semangat
Ada beberapa Legenda Desa Demangsari sebagai berikut :
  1. Pada zaman dahulu sebagian besar masyarakat Desa Demangsari mempunyai adat istiadat kepercayaan yaitu pada bulan-bulan tertentu mempercayai tidak diperkenankan punya hajat ( Pernikahan dan Khitanan ) terutama bulan syura kalau dilanggar akan membewa mala petaka bahkan saat inipun adat istiadat itupun masih berjalan.
  2. Pada menjelang musim tanam dan panen padi di setiap sudut pematang sawah diberi sesaji berupa kembang telon, dan menjelang panen dibuatkan Tumpeng Jabel ( Mogana ) dikendurikan di sawah dengan harapan akan mendatangkan berkah.
  3. Pada setiap bulan Syura mengadakan Syuran dengan menyembelih Kambing kepalanya ditanam diperempatan jalan, dagingnya dimasak becek, sebagian kecil organ kambing diambil ditambah obo rampe komaran untuk sesaji, sore harinya diadakan kenduri.
  4. Pada setiap Grumbul Se Desa Demangsari mengadakan Baritan ( Sedekah Bumi / Sadranan ), Wayangan dan Tayuban; Dan sekarang adat tersebut diadakan ditingkat desa untuk menghemat waktu dan biaya.
  5. Kepercayaan penduduk Desa Demangsari disetiap menjelang Khajatan baik Pernikahan maupun Sunatancalon penganten diharuskan ziaroh ( Resik ) kubur dan tempat yang dikeramatakan. Sehari sebelum Khajatan dilaksanakan, tuan rumah harus memasang sesaji ( kucingan ) baik dirumah, pojok tarub, sumur dan tempat - tempat keramat, tuan rumah juga mempercayakan sesepuh sebagai Goni ( Orang yang dianggap ampuh ) kalau tidak dilaksanakan dikhawatirkan akan mendatangkan mala petaka.
  6. Setiap ada orang meninggal sebelum dibawa kepemakaman sanak saudara almarhum supaya nylusup ( berjalan keliling 3 kali dibawah mayat yang sedang dipikul ) dipercayai agar tidak membayangi kehidupan mereka

No comments:

Post a Comment